.
Siksaan demi siksaan terus ditimpakan
kepada kaum muslimin. Sampai suatu saat kaum muslimin sangat terdesak akibat
shahifah diatas kabbah yang mengisolasi Bani Hasyim dan kaum muslimin. Sehingga
memaksa kaum muslimin untuk berhijrah pertama kalinya ke Abissynia. Kekejaman
kaum kafir Quraisy tidak berhenti sampai disitu, mereka terus melakukan
penyiksaan terhadap kaum muslimin sampai mereka mau murtad dari imannya. Namun
tetap saja mereka bertahan dan sabar menghadapi ujian-ujian itu. Walaupun berat
ujian yang dirasakan mereka, namun tiada surut jua keyakinan yang telah
terpatri, Allah menyelamatkan mereka dari penyembahan berhala dan tuhan-tuhan
mereka yang tidak memberi manfaat dan mudharat sedikitpun. Mereka beriman
kepada Tuhan Nabi Muhammad dan Tuhan bapak-bapaknya Ismail an Ibrahim As.
Abu Thaliblah orang yang terus
membela Nabi Muhammad Saw dari kecaman-kecaman dan ancaman orang kafir Quraisy
selama berdakwah di Makkah. Dan istrinya, Siti Khodijah, dialah saudagar kaya
yang terus membela keberadaan kaum yang beriman di Makkah.
Dengan segala kemampuannya, Siti Khodijah
terus memberikan pertolongan kepada Bani Hasyim dan kaum muslimin yang
diisolasi oleh kaum Quraisy. Kaum Quraisy dilarang berdagang dengan kaum muslim,
kejadian itu benar-benar menyiksa kaum muslimin. Siti Khadijah, tampil menjadi
orang utama dalam membela mereka. Namun sekuat apapun pertolongan Khadijah
terhadap mereka, ia tidak dapat menolak takdir, ajal pun semakin dekat
kepadanya. Sehingga Siti Khodijah wafat tahun 10 keNabian (3 SH/ 619 M). Betapa
sedihnya, hati rasulullah atas wafatnya Siti Khodijah, dialah istri yang sangat
setia kepadanya di dalam keadaan duka selalu berada di sampingnya. Tiada pula
keluh kesahnya, ketika beliau dicaci-maki, dilempari kotoran, dihina
orang-orang, kecuali ia datang kepadanya untuk menghibur Rasulullah. Oleh sebab
itu, sebagai manusia biasa, kesedihan itu terasa pula menyentuh kalbunya.
Sementara itu, berbagai upaya
dilakukan oleh Quraisy untuk melunakkan hati Nabi Muhammad. Abu Thalib
diperintahkan pemuka-pemuka Quraisy untuk menyampaikan pesan kepada Nabi untuk
meninggalkan agamanya dan berhenti mengajak orang-orang untuk beriman kepada
Allah. Mereka berjanji: “Apabila ia menginginkan harta, maka akan kami berikan
harta yang banyak kepadanya, asalkan meninggalkan agamanya, apabila ia menginginkan
jabatan, maka akan kami berikan kepadanya jabatan yang tinggi di antara kaum
Quraisy asal ia berhenti berdakwah, dan
jika ia menginginkan seorang wanita maka akan kami berikan padanya wanita
tercantik dari kaum Quraisy untuk dijadikan istrinya demikian bunyi pesan
mereka.
Nabi Muhammad Saw dengan tegas
menyatakan kepada pamannya saat itu: “Demi Allah wahai pamanku! Seandainya
mereka meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku agar aku
meninggalkan perkara ini maka sama sekali tidak akan aku lakukan! Sampai aku hancur karenanya!”.
Abu Thalib bin Abdul Muthalib
adalah paman Nabi yang amat dicintainya. Abu Thalib selalu melindungi Nabi
setelah kakeknya wafat. Ketika ajal menjemputnya, pada tahun yang sama dengan
wafatnya Siti Khodijah, rasa kesedihan Nabi terbaca dari raut wajahnya. Ketika
Abu Thalib dalam keadaan sekarat, Rasulullah menemuinya. Dan di sebelahnya (Abu
Thalib) ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah. Maka kata Nabi:”Pamanda,
ucapkanlah laa ilaaha illallaah karena dengan kalimat itu kelak aku dapat memintakan
keringanan bagi paman di sisi Allah. Abu Jahal dan Abdullah berkata: “Abu
Thalib. Apakah engkau sudah tidak menyukai agama Abdul Muthallib?” Kedua orang
itu terus berbicara kepada ABu Thalib sehingga masing-masing mengatakan bahwa
ia tetap memintakan ampunan bagimu selama aku tidak dilarang berbuat demikian,
maka turunlah ayat:
“Tidak pantas bagi Nabi dan orang
orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah)bagi orang orang musyrik
sekalipun orang orang itu kaum kerabatnya setelah jelas bagi mereka bahwa orang
orang musyrik itu penghuni Neraka Jahanan (QS.At-Taubah. 9: 113)
Asbabun nujul turunnya surat Attaubah ayat 113, diantaranya sebagai berikut;
Al Bukhori dan Muslim
meriwayatkan dari said bin Musayyab, dari ayahnya, dia berkata “Ketika Abu
Tholib menjelang ajalnya. Rosulullah Saw datang menjenguknya. Abu Jahal dan
Abdullah bin Abi Umayah sedang menunggunya. Rosullah Saw bersabda “ Wahai paman
ucapkanlah “Lailaha ilallah “ agar kelak aku dapat memberi pembelaan bagi paman
di sisi Allah. Lalu Abu jahal dan Abdullah berkata, wahai Abu Thalib, apakah
engkau akan membenci agama Abdul Muthalib?
Ketika keduanya masih terus menyampaikan ucapan itu kepadanya, ajalnya telah
tiba, sedangkan dia masih tetap berada pada agama Abdul Muthalib.” Rosululloh Saw
bersabda “Aku akan tetap memohonkan ampunan untukmu selama tidak ada larangan,
lalu turunlah ayat 113 dalam surat at taubah.
Bertambahlah kesedihan Nabi
dengan meninggalnya dua orang yang sangat disayanginya, sehingga tahun ini
disebut dengan aamul huzni atau tahun kesedihan.
0 comments:
Post a Comment