Wednesday, April 13, 2016

Aamul huzni

.

Siksaan demi siksaan terus ditimpakan kepada kaum muslimin. Sampai suatu saat kaum muslimin sangat terdesak akibat shahifah diatas kabbah yang mengisolasi Bani Hasyim dan kaum muslimin. Sehingga memaksa kaum muslimin untuk berhijrah pertama kalinya ke Abissynia. Kekejaman kaum kafir Quraisy tidak berhenti sampai disitu, mereka terus melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimin sampai mereka mau murtad dari imannya. Namun tetap saja mereka bertahan dan sabar menghadapi ujian-ujian itu. Walaupun berat ujian yang dirasakan mereka, namun tiada surut jua keyakinan yang telah terpatri, Allah menyelamatkan mereka dari penyembahan berhala dan tuhan-tuhan mereka yang tidak memberi manfaat dan mudharat sedikitpun. Mereka beriman kepada Tuhan Nabi Muhammad dan Tuhan bapak-bapaknya Ismail an Ibrahim As.
Abu Thaliblah orang yang terus membela Nabi Muhammad Saw dari kecaman-kecaman dan ancaman orang kafir Quraisy selama berdakwah di Makkah. Dan istrinya, Siti Khodijah, dialah saudagar kaya yang terus membela keberadaan kaum yang beriman di Makkah.
Dengan segala kemampuannya, Siti Khodijah terus memberikan pertolongan kepada Bani Hasyim dan kaum muslimin yang diisolasi oleh kaum Quraisy. Kaum Quraisy dilarang berdagang dengan kaum muslim, kejadian itu benar-benar menyiksa kaum muslimin. Siti Khadijah, tampil menjadi orang utama dalam membela mereka. Namun sekuat apapun pertolongan Khadijah terhadap mereka, ia tidak dapat menolak takdir, ajal pun semakin dekat kepadanya. Sehingga Siti Khodijah wafat tahun 10 keNabian (3 SH/ 619 M). Betapa sedihnya, hati rasulullah atas wafatnya Siti Khodijah, dialah istri yang sangat setia kepadanya di dalam keadaan duka selalu berada di sampingnya. Tiada pula keluh kesahnya, ketika beliau dicaci-maki, dilempari kotoran, dihina orang-orang, kecuali ia datang kepadanya untuk menghibur Rasulullah. Oleh sebab itu, sebagai manusia biasa, kesedihan itu terasa pula menyentuh kalbunya.

Sementara itu, berbagai upaya dilakukan oleh Quraisy untuk melunakkan hati Nabi Muhammad. Abu Thalib diperintahkan pemuka-pemuka Quraisy untuk menyampaikan pesan kepada Nabi untuk meninggalkan agamanya dan berhenti mengajak orang-orang untuk beriman kepada Allah. Mereka berjanji: “Apabila ia menginginkan harta, maka akan kami berikan harta yang banyak kepadanya, asalkan  meninggalkan agamanya, apabila ia menginginkan jabatan, maka akan kami berikan kepadanya jabatan yang tinggi di antara kaum Quraisy asal ia berhenti berdakwah,  dan jika ia menginginkan seorang wanita maka akan kami berikan padanya wanita tercantik dari kaum Quraisy untuk dijadikan istrinya demikian bunyi pesan mereka.
Nabi Muhammad Saw dengan tegas menyatakan kepada pamannya saat itu: “Demi Allah wahai pamanku! Seandainya mereka meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini maka sama sekali tidak akan aku  lakukan! Sampai aku hancur karenanya!”.
Abu Thalib bin Abdul Muthalib adalah paman Nabi yang amat dicintainya. Abu Thalib selalu melindungi Nabi setelah kakeknya wafat. Ketika ajal menjemputnya, pada tahun yang sama dengan wafatnya Siti Khodijah, rasa kesedihan Nabi terbaca dari raut wajahnya. Ketika Abu Thalib dalam keadaan sekarat, Rasulullah menemuinya. Dan di sebelahnya (Abu Thalib) ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah. Maka kata Nabi:”Pamanda, ucapkanlah laa ilaaha illallaah karena dengan kalimat itu kelak aku dapat memintakan keringanan bagi paman di sisi Allah. Abu Jahal dan Abdullah berkata: “Abu Thalib. Apakah engkau sudah tidak menyukai agama Abdul Muthallib?” Kedua orang itu terus berbicara kepada ABu Thalib sehingga masing-masing mengatakan bahwa ia tetap memintakan ampunan bagimu selama aku tidak dilarang berbuat demikian, maka turunlah ayat:
“Tidak pantas bagi Nabi dan orang orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah)bagi orang orang musyrik sekalipun orang orang itu kaum kerabatnya setelah jelas bagi mereka bahwa orang orang musyrik itu penghuni Neraka Jahanan (QS.At-Taubah. 9: 113)

Asbabun nujul turunnya surat Attaubah ayat 113, diantaranya sebagai berikut;

Al Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari said bin Musayyab, dari ayahnya, dia berkata “Ketika Abu Tholib menjelang ajalnya. Rosulullah Saw datang menjenguknya. Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah sedang menunggunya. Rosullah Saw bersabda “ Wahai paman ucapkanlah “Lailaha ilallah “ agar kelak aku dapat memberi pembelaan bagi paman di sisi Allah. Lalu Abu jahal dan Abdullah berkata, wahai Abu Thalib, apakah engkau  akan membenci agama Abdul Muthalib? Ketika keduanya masih terus menyampaikan ucapan itu kepadanya, ajalnya telah tiba, sedangkan dia masih tetap berada pada agama Abdul Muthalib.” Rosululloh Saw bersabda “Aku akan tetap memohonkan ampunan untukmu selama tidak ada larangan, lalu turunlah ayat 113 dalam surat at taubah.

Bertambahlah kesedihan Nabi dengan meninggalnya dua orang yang sangat disayanginya, sehingga tahun ini disebut dengan aamul huzni atau tahun kesedihan.

0 comments:

Post a Comment